Ahad yang ringkih

Arfani Ihksan
1 min readMay 21, 2023
Photo by K. Mitch Hodge on Unsplash

Malam ini udaranya terasa berbeda.

Hampa.

Beberapa kali suara nyamuk mondar-mandir terdengar jelas dari kuping kanan ke kiri. Lagatnya aneh, karena biasanya dia mampir meneguk darah untuk santapan makan malamnya, seakan tersadar ada yang salah dari kehidupan pria seperempat abad ini.

Tatapannya kosong melihat sudut kamar langit.

Ditemani keheningan malam dan aktivitas tikus yang berpesta pora di plafon atas kamarnya.

Saat obrolan di telepon itu berlangsung… badannya terasa panas dingin, jari jemarinya gemetar, detak jantung berdegup lebih kencang, nafas-pun mulai tak beraturan ritmenya.

Entah.

Ibarat di dalam sebuah ring. Rasanya seperti terkena jab puluhan kali. Tak sempat meng-counter, lawan sudah memberi pukulan uppercut pamungkas tepat di dagu. Badan pria itu tersungkur di sisa malam.

Tak disangka, obrolan malam ini buat pria itu terkapar kosong bak mati suri. Hingga hitungan kesepuluh pun badannya tak berkutik untuk bangun. Dibiarkannya badan merasakan sakit di sekujur tubuh.

Hingga bel berbunyi, tak ada kata-kata dari bibir ini berucap selain kata “iyaa” dan “maaf” yang berarti mengakui kekalahan sama juga dengan mengakui kesalahan.

Ahad ini menjadi malam gelap yang mungkin bisa terjadi kembali suatu saat nanti, Akan-kah terus berakhir seperti ini?

Bedroom | 20 Mei 2023 | 23.35 WIB

--

--

Arfani Ihksan

“Salah satu aset tertinggi yang perlu dimiliki setiap manusia adalah kebebasan “— Bob Sadino